MAKALAH SISTEM BELAJAR MANDIRI
MODEL-MODEL PTJJ
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kajian Teori
1. Perkembangan Batasan Model Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh
Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum
kita, bangsa Indonesia, mengenalnya. Pengertian atau batasan PTJJ itu
berkembang dari waktu ke waktu.
Pada
tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa:
Sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PTJJ merupakan metode
pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk
berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru).
Menurut mereka karakteristik PTJJ adalah sebagai berikut:
• Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
• Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
• Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada
tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan
BT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan sebagai berikut: Pendidikan Terbuka
dan Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya.
Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang
istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja.
Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu:
• Terpisahnya guru dan siswa,
• Adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya.
Pada
tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan
batasan PT/JJ sebagai berikut: Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan
metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi
antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak,
elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya.
Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah:
• Terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar,
• Digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru.
Pada
tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan sebagai berikut: Dalam
sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara
terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan
sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan,
bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan
PT/JJ itu.
Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah:
• Bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah,
• Adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu.
Setelah
tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang
menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru,
adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan
isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan
tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter
melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ
seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang
mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima.
2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Banyak faktor yang mempengaruhi untuk tumbuhnya belajar mandiri, yaitu:
1. Terbuka terhadap setiap kesempatan belajar, belajar pada dasarnya tidak dibatasi oleh waktu, tempat dan usia.
2.
Memiliki konsep diri sebagai warga belajar yang efektif, seseorang yang
memiliki konsep diri berarti senantiasa mempersepsi secara positif
mengenai belajar dan selalu mengupayakan hasil belajar yang baik
3.
Berinisiatif dan merasa bebas dalam belajar, inisiatif merupakan
dorongan yang muncul dari diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh orang
lain, seseorang yang memiliki inisiatif untuk belajar tidak perlu
dirangsang untuk belajar.
4. Memiliki kecintaan terhadap belajar,
menjadikan belajar sebagai bagian dari kehidupan manusia dimulai dari
timbulnya kesadaran, keakraban dan kecintaan terhadap belajar.
5.
Kreativitas. Menurut Supardi (1994), kreativitas merupakan kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun
kerja nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Ciri
perilaku kreatif yang dimiliki seseorang diantaranya dinamis, berani,
banyak akal, kerja keras dan bebas. Bagi seseorang yang kreatif, tidak
akan kuatir atau takut melakukan sesuatu sepanjang yang dilakukannya
mengandung makna.
6. Memiliki orientasi ke masa depan. Seseorang
yang memiliki orientasi ke masa depan akan memandang bahwa masa depan
bukan suatu yang mengandung ketidakpastian.
7. Kemampuan menggunakan keterampilan belajar yang mendasar dan memecahkan masalah.
B. Kondisi Real untuk Model – Model Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Suryadi
(2005) menyatakan bahwa sistem belajar konvensional di universitas
tidak efektif dalam era global perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi yang maju pesat. Sekolah dan perguruan tinggi sebagai lembaga
pendidikan formal belum banyak menghasilkan SDM unggul yang mampu
menggerakkan perubahan dan pembaruan dalam rangka menciptakan akselerasi
pembangunan untuk kemajuan bangsa. Menurut Suryadi (2005), sistem
pendidikan belum berhasil mengatasi enam aspek kelemahan pada luaran
pendidikan, yaitu :
1. Kelemahan mengembangkan power of character.
Sistem
pendidikan nasional belum mampu mengembangkan karakter dan moral anak
didik. Hal ini tampak pada munculnya fenomena sosial seperti egoisme
pribadi/kelompok, lemahnya solidaritas, konflik sosial, korupsi, kurang
bertanggung jawab, krisis identitas, dan tidak percaya diri.
2. Kelemahan mengembangkan power of leadership.
Konsep leadership cenderung direduksi sebatas kepandaian menjadi pemimpin.
3. Kelemahan mengembangkan power of citizenship.
Sistem
pendidikan belum mampu menanamkan penghayatan, motivasi, dan komitmen
untuk memberdayakan heterogenitas sosial dan budaya bangsa sebagai
kekuatan dalam percaturan antar bangsa.
4. Kelemahan mengembangkan power of thinking.
Praktek pendidikan kita tidak banyak memberikan latihan berpikir.
5. Kelemahan mengembangkan power of skills.
Ada
kesan kuat bahwa sistem pendidikan dirancang untuk menghasilkan lulusan
yang tidak siap kerja. Dalam konteks ini, kita masih menghadapi masalah
lemahnya penguasaan keterampilan dan relevansi antara dunia pendidikan
dengan dunia kerja nyata. Sistem pendidikan nasional juga tidak memiliki
konsep dalam mengembangkan kecakapan entrepreneurship.
6. Kelemahan mengembangkan power of engineering.
Pendidikan
kita belum mampu mendorong tumbuhnya kekuatan riset, inovasi dan
rekayasa teknologi untuk membangun keunggulan kompetitif.
Selain
itu, salah satu persoalan pelik yang dihadapi sistem pendidikan
konvensional adalah daya tampung yang rendah. Dalam kondisi demikian
maka sistem PTJJ agaknya dapat dijadikan sebagai sebuah solusi.
Pembelajaran
jarak jauh (distance learning) telah diperkenalkan oleh banyak
peneliti, misalnya Keegan (1980); Perry dan Rumble (1987). Karakteristik
utama PTJJ adalah: a). pemisahan dosen dan mahasiswa selama proses
belajar mengajar; b). penggunaan media pendidikan (cetak, audio, vidio
dan internet) untuk menyatukan dosen dan mahasiswa; c). peranan penting
organisasi pendidikan dalam perencanaan, persiapan bahan belajar dan
penyediaan pelayanan mahasiswa; d). tersedianya komunikasi dua arah, dan
e). kemandirian belajar mahasiswa (Rusfidra, 2006a,b).
Praktek
pembelajaran jarak jauh sangat berbeda dengan model kelas jauh. Menurut
Fajar (2002) PTJJ adalah perguruan tinggi yang dalam proses
pembelajarannya menggunakan teknologi media, sedangkan kelas jauh
sifatnya paralel (semacam filial), kelas yang jauh dari kampus pusatnya
(Koran Tempo, 23/02/2002). Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pendidikan
Tinggi No 2630/D/T/2000, model pembelajaran kelas jauh tidak boleh
dilakukan, karena diduga dapat merugikan mahasiswa. Sampai saat ini PTN
yang secara resmi menyelenggarakan sistem PTJJ hanyalah Universitas
Terbuka, meskipun berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 107/U/2001
tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan Jarak Jauh, memungkinkan bagi
setiap lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan sistem PTJJ.
C. Permasalahan Dalam Model – Model Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Pendidikan
merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru
untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di
pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan
merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk
menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Dalam
konteks itu, gagasan PTJJ merupakan komponen penting dalam strategi
nasional maupun global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar. Hal
ini sejalan dengan konsep belajar sepanjang hayat (life long learning)
dan pendidikan untuk semua (education for all) yang diusung Badan
Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
• Penggunaan model pada
pendidikan terbuka dan jarak jauh mempengaruhi proses dan hasil belajar
peserta didik, yang mana hal ini masih sangat kurang diketahui oleh
pendidik maupun peserta didik.
• Pemahaman tentang model-model ini
sangat berpengaruh terhadap penentuan model apakah yang cocok digunakan
oleh masing-masing lembaga pendidikan jarak jauh, karena penentuan model
juga berpengaruh terhadap tingkat kualitas guru dalam pembelajaran.
•
Kualitas pembelajaran dipandang kurang bermutu karena penerapan model
yang mungkin belum dipahami pendidik dan peserta didik, sehingga lulusan
PTJJ masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan yang telah kami sampaikan diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja model yang dipakai dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh ?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran jarak jauh untuk meningkatkan mutu guru dalam pembelajaran?
3. Bagaimana kualitas dalam pembelajaran pendidikan terbuka dan jarak jauh?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berbagai Model yang Dipakai untuk Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Dalam
uraian sebelumnya dapat Anda ketahui bahwa sebelum kita mengenal sistem
PT/JJ telah banyak lembaga di luar negeri yang menyelenggarakan PT/JJ.
Batasan yang mereka gunakan mempunyai penekanan yang berbeda-beda,
sebelum akhirnya dirumuskan batasan yang berlaku umum. Pada waktu itu
yang berbeda sesungguhnya bukan hanya batasannya, model dan nama-nama
yang mereka gunakan juga berbeda-beda.
Berikut akan di uraikan beberapa dari model-model itu:
a. Sekolah Korespondensi
Sekolah
Korespondensi kadang disebut Pendidikan melalui Korespondensi atau
Belajar melalui Korespondensi. Sekolah Korespondensi mempunyai riwayat
yang panjang dalam pendidikan anak-anak dan orang dewasa. Sampai
sekarang Sekolah Korespondensi dianggap masih ada, sebab masih banyak
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh yang dikelola melalui hubungan
surat-menyurat dengan bantuan pos.
UNESCO memberi batasan Sekolah Korespondensi sebagai berikut:
“Pendidikan
yang dilakukan dengan menggunakan jasa pos tanpa adanya pertemuan tatap
muka antara guru dan siswa”. Pengajaran dilakukan melalui bahan belajar
dalam bentuk cetakan atau rekaman kaset suara yang dikirimkan kepada
siswa melalui pos. Kemajuan belajar siswa dimonitor dengan menggunakan
latihan atau tugas-tugas tertulis atau latihan yang direkam dalam kaset.
Siswa mengerjakan latihan itu menggunakan tulisan atau rekaman kaset
juga yang dikirimkan kepada guru yang ada di Pusat Lembaga PT/JJ. Guru
memeriksa pekerjaan siswa dengan memberi komentar dan saran-saran secara
tertulis atau melalui rekaman kaset. Hasil koreksi itu dikirimkan
kembali kepada siswa.
Beberapa tahun yang lalu, Sekolah Korespondensi di Australia dikelola sebagai berikut:
• Kurikulum dan bahan belajar disusun oleh guru-guru yang berkantor di lembaga yang mengelola Sekolah Korespondensi itu.
• Bahan belajar dikirimkan kepada siswa melalui pos ke rumah siswa.
• Siswa mempelajari bahan belajar itu dengan pengawasan dan bimbingan orang tua masing-masing.
• Siswa mengerjakan tugas atau latihan yang disediakan dalam bahan belajar itu.
• Pekerjaan siswa dikirimkan kepada guru di Kantor Pusat Sekolah Korespondensi.
• Guru mengoreksi, memberi komentar, dan memberikan saran-saran secara tertulis pada pekerjaan siswa itu.
•
Pekerjaan siswa yang telah dikoreksi dikirimkan kembali kepada siswa.
Dengan demikian siswa akan mengetahui kemajuan belajar masing-masing.
•
Pada waktu-waktu tertentu (biasanya pada musim panas) diadakan acara
“camping” yang diikuti oleh para siswa. Pada saat itu dipelajari
pelajaran yang memerlukan praktek seperti kesenian, olah raga, pekerjaan
tangan.
Di Australia kerjasama antara PT/JJ dan Pos sangat baik.
Surat-surat atau pelajaran yang dikirimkan melalui pos tidak dipungut
biaya. Untuk memudahkan proses pengiriman, oleh Kantor Pos disediakan
amplop mondar-mandir. Sebuah amplop yang bertanda khusus digunakan
berulang kali, mondar-mandir dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru.
Sekolah Korespondensi sangat tergantung pada jasa pos. Karena itu bila
sistem pengiriman melalui pos belum terjamin kelancarannya, sistem ini
sulit dilaksanakan.
b. Pendidikan Terbuka
Banyak
pendidikan terbuka yang diselenggarakan di berbagai negara. Mungkin Anda
pernah mendengar nama-nama pendidikan terbuka seperti SMP Terbuka, SMA
Terbuka dan Universitas Terbuka di Indonesia, Sukhothai Thammthirat Open
University (STOU) di Thailand, The British Open University di United
Kingdom, The Univeristy of Manila Open Universisty di Pilipina.
Pendidikan Terbuka ini mempunyai karakteristik umum yang sama dengan
belajar terbuka/jarak jauh (BT/JJ). Namun menurut para penyelenggara
Pendidikan Terbuka ada perbedaan yang khas antara Pendidikan Terbuka dan
BT/JJ. Apakah perbedaannya?
Seperti halnya dalam BT/JJ, siswa
Pendidikan Terbuka dapat belajar dari jauh, maksudnya belajar jauh atau
terpisah dari guru atau dosen dan mungkin juga jauh dari lembaga
penyelenggaranya. Sebagai contoh, beribu-ribu mahasiswa Universitas
Terbuka menghabiskan sebagian waktu belajarnya untuk belajar sendiri di
tempat mereka masing-masing. Mereka menghadiri pelajaran secara tatap
muka dengan dosen atau tutor hanya dalam waktu-waktu tertentu saja.
Namun demikian belajar terbuka (open learning) atau pendidikan terbuka
dapat terjadi di ruang kuliah yang penuh dengan siswa.
Menurut
Race (1989), seorang siswa yang sedang belajar sendiri dengan
mempelajari buku teks, buku acuan, atau hand out untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh guru, dapat dikatakan bahwa dia sedang
belajar secara terbuka (open learning), sungguhpun hal itu dilakukan
dalam kelas bersama dengan siswa lain. Dengan pengertian yang sama,
belajar terbuka dapat terjadi di laboratorium, pusat pelatihan, tempat
lokakarya, dan sebagainya. Pokoknya hampir di semua tempat belajar
terbuka dapat terjadi, tidak peduli apakah pada saat itu siswa itu
menjadi bagian dari kelompok atau sendirian saja.
Konsep di
atas diterapkan dalam sistem SLTP Terbuka. Setiap hari siswa wajib
belajar di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) bersama siswa lain. Namun
demikian masing-masing siswa aktif belajar sendiri secara mandiri. Di
TKB itu mereka tidak belajar dengan mendengarkan guru mengajar,
melainkan belajar sendiri dengan menggunakan modul dengan bimbingan
terbatas dari tutor yang disebut guru pamong. Sungguhpun duduk di satu
ruangan bersama dengan siswa lain, mereka boleh mempelajari modul yang
berbeda-beda.
Apakah arti terbuka dalam konsep “pendidkan
terbuka” atau “belajar terbuka” itu? Terbuka berarti bahwa siswa atau
peserta pendidikan lebih leluasa dalam menentukan pilihan dari pada
siswa pendidikan konvensional. Leluasa dalam memilih apa?
• Siswa
atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam menentukan kecepatan
belajarnya. Lama waktu untuk mempelajari sesuatu penggalan isi pelajaran
(learning chunk) ditentukan oleh siswa sendiri. Keleluasaan seperti ini
tidak dimiliki oleh siswa pendidikan konvensional, sebab dalam sistem
pendidikan konvensional siswa harus menyesuaikan kecepatan belajarnya
dengan kecepatan guru dalam mengajar. Kalau dosen atau guru memberikan
penjelasan mengenai sesuatu topik terlalu lambat atau lama siswa yang
pandai harus tetap mengikutinya sungguhpun mereka telah mengert dan
menjadi bosan. Sebaliknya kalau guru mengajar terlalu cepat siswa yang
lamban harus berusaha untuk mengikutinya meskipun barangkali mereka
mendapatkan kesulitan dalam memahaminya, sehingga akibatnya dapat
menjadi frustrasi.
• Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan
dalam memilih tempat belajar. Belajar terbuka dapat dilakukan di rumah,
di perpustakaan, di tempat kerja, atau di mana saja yang dianggap tepat
oleh siswa itu sendiri.
• Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu belajarnya, sesuai dengan kemauan dan waktu yang dimilikinya.
•
Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri cara belajar yang
sesuai untuk dirinya. Siswa dapat menyusun rencana belajar dengan
memilih sebuah modul dan dipelajarinya sampai selesai dalam batas waktu
tertentu, baru kemudian pindah ke modul lain. Siswa juga bebas
menentukan apakah semua modul akan dipelajari setiap hari. Dalam hal ini
masing-masing modul diberi jatah waktu tertentu, misalnya masing-masing
60 menit. Kalau jumlah modulnya ada 4 buah, maka setiap hari belajar 4 x
60 menit=240 menit. .Siswa juga bebas menentukan media belajar yang
akan digunakannya, apakah membaca buku, melihat program video, belajar
dengan bantuan komputer, mendengarkan kaset audio, menghadiri diskusi
atau seminar, dan sebagainya.
Pengertian terbuka seringkali juga
mengacu pada kriteria penerimaan siswa. Banyak Pendidikan Terbuka yang
membebaskan calon siswa dari persyaratan masuk atau kualifikasi dalam
menerima mahasiswa baru. Di samping itu siswa juga dapat tidak aktif
untuk sementara waktu, dan kemudian aktif lagi di lain waktu.
c. Distance Teaching, Distance Learning, dan Distance Education
Mungkin
Anda menjadi bingung bila membaca istilah-istilah yang hampir sama di
atas, lebih-lebih karena istilah-istilah tersebut seringkali digunakan
secara bergantian atau tumpang tindih (interchangable).
Keegan (1986) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut.
Distance
Teaching berusaha mengembangkan bahan belajar mandiri yang bermutu yang
dapat digunakan oleh lembaga pendidikan untuk memberikan pelajaran dari
jauh. Orang-orang yang menggunakan istilah ini lebih menekankan pada
penyediaan bahan belajar untuk mengajar, tetapi kurang memperhatikan
bagaimana proses belajar dapat terjadi pada diri siswa. Padahal bahan
belajar yang dikembangkan dengan biaya mahal itu kadang-kadang tidak
dapat mengajarkan apa-apa, karena tidak dipakai oleh siswa atau karena
siswa tidak tahu cara memakainya. Dengan perkataan lain istilah distance
teaching itu terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented).
Sebaliknya
Distance Learning lebih banyak menekankan pada proses belajar siswa.
Orang yang menggunakan istilah ini banyak memikirkan mengenai
bantuan-bantuan yang perlu diberikan kepada siswa supaya mereka belajar
dan dapat memahami isi pelajarannya. Tetapi sayang orang-orang ini
kurang memikirkan bagaimana bahan belajar jarak jauh yang bermutu dan
mudah dipelajari siswa harus dikembangkan. Dengan perkataan lain istilah
distance learning terlalu berorientasi pada siswa (student oriented).
Istilah
Distance Education merupakan perpaduan istilah Distance Teaching dan
Distance Learning tersebut dan lebih tepat untuk digunakan. Dalam sistem
Distance Education siswa belajar secara terpisah dari guru, karena itu
bahan belajar yang digunakan harus disusun secara khusus supaya relatif
lebih mudah untuk dipelajari siswa sendiri. Bahan belajar ini tidak
cukup hanya dikembangkan oleh ahli isi pelajaran (content specialist)
sendiri saja, melainkan perlu melibatkan ahli pengembang pembelajaran,
ahli media, dsb. dalam penyusunannya. Namun perlu disadari bahwa
betapapun bahan belajar itu telah disusun supaya dapat dicerna sendiri
oleh siswa, kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa waktu belajar secara
mandiri selalu ada. Karena itu perlu adanya bantuan pelayanan dan
bantuan belajar bagi siswa. Dengan perkataan lain perlu adanya sistem
pengelolaan belajar jarak jauh yang baik supaya di samping penyediaan
bahan belajar yang baik dapat juga disediakan bantuan belajar yang
cukup.
d. External Study, Home Study dan Independent Study
Istilah-istilah ini seringkali dipakai orang untuk pengertian BT/JJ.
External
Studies. External studies adalah istilah yang dipakai secara luas di
Australia. Istilah ini menggambarkan etos Belajar Terbuka/Jarak Jauh
yang dijumpai di universitas-universitas di Australia. Istilah External
Studies mengandung arti “di luar” tetapi “tidak terpisah” dari tanggung
jawab staf dosen dari suatu universitas atau perguruan tinggi. Jelasnya
staf dosen yang sama mempunyai dua kelompok siswa yang berbeda. Kelompok
pertama disebut kelompok “on campus” adalah kelompok siswa yang belajar
di kampus seperti laiknya mahasiswa yang belajar di universitas.
Kelompok kedua disebut kelompok “external” atau “off campus”. Kelompok
yang kedua ini tidak harus mengikuti kuliah di kampus tetapi belajar
sendiri di luar kampus. Namun demikian tujuan yang ingin dicapai, dan
bahan belajar yang akan dipelajari siswa external itu perlu
dikonsultasikan dan didiskusikan dengan dosen di kampus. Dengan demikian
dosen di kampus harus menyiapkan kedua kelompok mahasiswa tadi supaya
mereka dapat menempuh ujian yang sama untuk mendapatkan gelar yang sama.
Home
Study. Menurut Keegan (1986) istilah home study diciptakan pada saat
para Direktur Sekolah Korespondensi mengadakan konferensi dan mendirikan
asosiasi yang disebut National Home Study Council bukannya National
Correspondence Study Council. Istilah Home Study ini hanya dipakai di
Amerika Serikat dan hanya mengacu pada pendidikan lanjutan untuk orang
dewasa. Home Study bukan bagian dari universitas, melainkan sekolah
korespondensi untuk orang-orang dewasa di Amerika Serikat. Dalam sistem
ini siswa tidak harus belajar di sekolah atau di pusat pendidikan dan
pelatihan. Walaupun istilah yang dipakai home study, tetapi dalam
praktiknya mahasiswanya tidak selalu atau tidak hanya belajar di rumah
saja. Biasanya sebagian bahan belajar dipelajari di rumah, sebagian yang
lain dipelajari di Pusat-pusat Sumber Belajar, di perpustakaan, di
pusat-pusat pelatihan, atau di tempat-tempat lain yang dipandang sesuai
bagi mereka.
Independent Study. Istilah ini diperkenalkan oleh
Charles Wedemeyer dari Universitas Wiscounsin sebagai istilah umum untuk
jenis-jenis pendidikan yang di Amerika Serikat biasa disebut sebagai
“belajar melalui korespondensi, pendidikan terbuka, pengajaran melalui
radio dan TV, atau belajar mandiri.” Sedangkan di Eropa jenis-jenis yang
disebutkan tadi digolongkan ke dalam Belajar Terbuka/Jarak Jauh.
Istilah
Independent Study ini seringkali dipakai sebagai ganti istilah Belajar
Terbuka/Jarak Jauh di Amerika Serikat. Kelemahan istilah ini
kadang-kadang ditafsirkan sebagai ketidakterikatan pada lembaga
pendidikan, Padahal Belajar Terbuka/Jarak Jauh itu selalu terikat dan
dikelola oleh suatu lembaga pendidikan. Di Amerika Serikat sendiri orang
seringkali ragu-ragu untuk menggunakan istilah ini sebab istilah
tersebut sudah sering dipakai sebagai pengganti istilah belajar secara
individual. Memang proses belajar dalam sistem PT/JJ seringkali
dilakukan secara individual, tetapi tidak semua belajar secara
individual adalah pendidikan jarak jauh. Pada sistem belajar
konvensional kadang kala siswa diminta belajar secara individual. Tujuan
dan hasil yang ingin dicapai ditentukan melalui kontrak yang disepakati
oleh dosen dan mahasiswa secara individual.
B. Penerapan Model Pembelajaran Jarak Jauh untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Di Sekolah
Salah
satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan
nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan
berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga
mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen
pembelajaran, maka guru diharapkan memiliki empat kompetensi dasar,
yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian
dan kompetensi profesional. Menurut Zamroni (2006), guru yang
profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai
kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun
kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar
(learning person).
Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru
adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak
didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI adalah seorang saintis
yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai ilmuwan, guru
tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu,
calon guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.
Menurut
Rustaman (2006) profesi guru adalah profesi “saintis plus” yang harus
menguasai IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai
motivator dan fasilitator proses belajar, guru adalah seorang
komunikator ulung karena ia harus mampu memberi jiwa terhadap informasi
yang diberikan oleh saran komunikasi yang super canggih.
Pasca
pemberlakuan UU Guru dan Dosen, guru yang mengajar di pendidikan dasar
dan pendidikan menengah disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan
sarjana (S-1) atau diploma IV (D-IV). Karena itu, guru yang belum
berkualifikasi sarjana diberikan kesempatan mencapai kualifikasi minimal
tersebut dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan data Balitbang Depdiknas
(2004) guru SMA yang berkualifikasi sarjana baru 72,75 persen; guru SMK
62,16 persen; SMP 42,03 persen; SD 8,30 persen dan TK 3,88 persen.
Sisanya sekitar 1,9 juta orang belum berkualifikasi sarjana. Semakin
tinggi kualitas guru diharapkan kualitas pendidikan nasional akan
meningkat. Faktanya, hingga kini kualitas pendidikan masih sangat
rendah. Menurut Shanghai Jiaotong University (2005) tak satupun
perguruan tinggi di Indonesia yang masuk rangking dalam 100 perguruan
tinggi terbaik di Asia dan Australia.
Pendidikan merupakan pilar
utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semakin
terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki SDM yang
berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM
dalam mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan
oleh United Nation Development Program (UNDP).
Dalam kondisi
tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan
tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih
murah dan pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan
tentang universitas terbuka dan PTJJ, virtual university, e-learning,
open learning, flexible learning dan home schooling menjadi komponen
penting dalam strategi nasional dan global untuk mendidik mahasiswa
dalam jumlah besar.
Ditinjau dari metode penyampaian materi ajar
dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, dikenal dua model
pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka (konvensional) dan
PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen dan
mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara
dosen dan mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon,
faksimili atau e-mail (Rusfidra, 2002, 2006a,b).
C. Kualitas Dalam Pembelajaran Pendidikan Terbukan dan Jarak Jauh
Negara
Indonesia yang tersusun dari 17.508 buah pulau terbentang dari Sabang
sampai Merauke memiliki potensi besar dalam mengembangkan sistem PTJJ,
meskipun masih banyak sinyalemen di masyarakat bahwa PTJJ dianggap
sebagai pendidikan kelas dua. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Tuduhan lain yang agak mengusik pelaku PTJJ adalah rendahnya mutu
lulusan institusi PTJJ. Namun hal itu berhasil ditepis oleh Selim (1989)
dalam Suparman (1989). Di Australia, hasil studi Selim (1989)
menunjukkan bahwa prestasi mahasiswa PTJJ justru lebih baik dari
mahasiswa perguruan tinggi konvensional. Begitu pula temuan Sunarwan
(1982), tidak terdapat perbedaan signifikan prestasi belajar antara
siswa pendidikan yang menggunakan modul dan pengajaran tatap muka.
Meskipun
memiliki beberapa keunggulan, namun sistem PTJJ yang dikembangkan UT
tak bebas dari kritik. Sebagai misal, salah satu kritik itu adalah
berita di harian Kompas (9/5/2005) yang berjudul ”Kuliah jarak jauh
tidak menjamin kompetensi guru”. Kritik terbuka Markus Wanandi (Direktur
Yayasan Perkumpulan Strada, Jakarta), terkesan mendiskreditkan UT.
Markus mengaku pernah memecat seorang guru lulusan UT yang bekerja di
sekolahnya, karena tidak kompeten dalam mengajar.
Tuduhan Markus
mengenai rendahnya kompetensi guru lulusan UT sangat prematur dan dapat
diperdebatkan. Perlu diketahui bahwa guru-guru yang melanjutkan
pendidikan di UT merupakan lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan
LPTK. Diasumsikan metode belajar mengajar dan teknik pengelolaan kelas
sudah mereka dapatkan di lembaga pendidikan terdahulu. Lagi pula,
guru-guru tersebut telah berpengalaman mengajar bertahun-tahun. Oleh
karena itu, tidak tepat bila Markus menyalahkan UT semata-mata.
Ketidakakuratan Markus yang lain adalah kekeliruan dalam penarikan
kesimpulan. Bagaimana mungkin hanya dari satu kasus, Markus lantas
membuat kesimpulan umum. Penarikan kesimpulan seperti itu tidak memenuhi
kaidah metode ilmiah dengan metode statistik yang sahih (Rusfidra,
2006b).
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :Keberhasilan pendidikan jarak
jauh ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara Guru dan siswa,
antara siswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara siswa dengan
siswa lainnya, adanya pola pendidikan aktif dalam interaksi tersebut.
Bila
pendidikan bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan
mahasiswa, interaksi antar grup, administrasi penunjang sistem,
pendalaman materi, ujian, perpustakan digital, dan materi online. Dari
sisi Teknologi informasi; dunia Internet memungkinkan perombakan total
konsep-konsep pendidikan yang selama ini berlaku. Teknologi informasi
& telekomunikasi dengan murah & mudah akan menghilangkan
batasan-batasan ruang & waktu yang selama ini membatasi dunia
pendidikan.
Beberapa konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah:
1. Siswa dapat dengan mudah mengambil matakuliah dimanapun di dunia tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara;
2.
Siswa dapat dengan mudah berguru pada orang-orang ahli / pakar di
bidang yang diminatinya. Cukup banyak pakar di dunia ini yang dengan
senang hati menjawab berbagai pertanyaan yang datang;
3. Belajar
bahkan dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa
tergantung pada si siswa belajar. Artinya konsep Pendidikan terbuka akan
semakin membaur pada zaman ini. Konsekuensi yang akan.
4. Guru
adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak
didik. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru sebaiknya
adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.
5. Pembelajaran
jarak jauh merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan kompetensi
guru IPA menjadi guru berpengetahuan, cerdas, kreatif, inovatif dan
produktif.
6. Ciri utama PTJJ adalah terpisahnnya dosen dengan
mahasiswa. Sebagian besar komunikasi antara dosen dan mahasiswa
dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail.
- Sabtu, 29 Desember 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar