MAKALAH SISTEM BELAJAR MANDIRI
MODEL-MODEL PTJJ

BAB I
PENDAHULUAN

A. Kajian Teori
1. Perkembangan Batasan Model Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum kita, bangsa Indonesia, mengenalnya. Pengertian atau batasan PTJJ itu berkembang dari waktu ke waktu.


Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa: Sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PTJJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru).
Menurut mereka karakteristik PTJJ adalah sebagai berikut:
• Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
• Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
• Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.

Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan BT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan sebagai berikut: Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja.
Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu:
• Terpisahnya guru dan siswa,
• Adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya.

Pada tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ sebagai berikut: Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya.
Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah:
• Terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar,
• Digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru.

Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan sebagai berikut: Dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu.
Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah:
• Bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah,
• Adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu.

Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima.

2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh

Banyak faktor yang mempengaruhi untuk tumbuhnya belajar mandiri, yaitu:
1. Terbuka terhadap setiap kesempatan belajar, belajar pada dasarnya tidak dibatasi oleh waktu, tempat dan usia.

2. Memiliki konsep diri sebagai warga belajar yang efektif, seseorang yang memiliki konsep diri berarti senantiasa mempersepsi secara positif mengenai belajar dan selalu mengupayakan hasil belajar yang baik

3. Berinisiatif dan merasa bebas dalam belajar, inisiatif merupakan dorongan yang muncul dari diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh orang lain, seseorang yang memiliki inisiatif untuk belajar tidak perlu dirangsang untuk belajar.

4. Memiliki kecintaan terhadap belajar, menjadikan belajar sebagai bagian dari kehidupan manusia dimulai dari timbulnya kesadaran, keakraban dan kecintaan terhadap belajar.

5. Kreativitas. Menurut Supardi (1994), kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kerja nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Ciri perilaku kreatif yang dimiliki seseorang diantaranya dinamis, berani, banyak akal, kerja keras dan bebas. Bagi seseorang yang kreatif, tidak akan kuatir atau takut melakukan sesuatu sepanjang yang dilakukannya mengandung makna.

6. Memiliki orientasi ke masa depan. Seseorang yang memiliki orientasi ke masa depan akan memandang bahwa masa depan bukan suatu yang mengandung ketidakpastian.

7. Kemampuan menggunakan keterampilan belajar yang mendasar dan memecahkan masalah.

B. Kondisi Real untuk Model – Model Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Suryadi (2005) menyatakan bahwa sistem belajar konvensional di universitas tidak efektif dalam era global perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang maju pesat. Sekolah dan perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan formal belum banyak menghasilkan SDM unggul yang mampu menggerakkan perubahan dan pembaruan dalam rangka menciptakan akselerasi pembangunan untuk kemajuan bangsa. Menurut Suryadi (2005), sistem pendidikan belum berhasil mengatasi enam aspek kelemahan pada luaran pendidikan, yaitu :
1. Kelemahan mengembangkan power of character.
Sistem pendidikan nasional belum mampu mengembangkan karakter dan moral anak didik. Hal ini tampak pada munculnya fenomena sosial seperti egoisme pribadi/kelompok, lemahnya solidaritas, konflik sosial, korupsi, kurang bertanggung jawab, krisis identitas, dan tidak percaya diri.

2. Kelemahan mengembangkan power of leadership.
Konsep leadership cenderung direduksi sebatas kepandaian menjadi pemimpin.

3. Kelemahan mengembangkan power of citizenship.
Sistem pendidikan belum mampu menanamkan penghayatan, motivasi, dan komitmen untuk memberdayakan heterogenitas sosial dan budaya bangsa sebagai kekuatan dalam percaturan antar bangsa.
4. Kelemahan mengembangkan power of thinking.
Praktek pendidikan kita tidak banyak memberikan latihan berpikir.

5. Kelemahan mengembangkan power of skills.
Ada kesan kuat bahwa sistem pendidikan dirancang untuk menghasilkan lulusan yang tidak siap kerja. Dalam konteks ini, kita masih menghadapi masalah lemahnya penguasaan keterampilan dan relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja nyata. Sistem pendidikan nasional juga tidak memiliki konsep dalam mengembangkan kecakapan entrepreneurship.

6. Kelemahan mengembangkan power of engineering.
Pendidikan kita belum mampu mendorong tumbuhnya kekuatan riset, inovasi dan rekayasa teknologi untuk membangun keunggulan kompetitif.

Selain itu, salah satu persoalan pelik yang dihadapi sistem pendidikan konvensional adalah daya tampung yang rendah. Dalam kondisi demikian maka sistem PTJJ agaknya dapat dijadikan sebagai sebuah solusi.

Pembelajaran jarak jauh (distance learning) telah diperkenalkan oleh banyak peneliti, misalnya Keegan (1980); Perry dan Rumble (1987). Karakteristik utama PTJJ adalah: a). pemisahan dosen dan mahasiswa selama proses belajar mengajar; b). penggunaan media pendidikan (cetak, audio, vidio dan internet) untuk menyatukan dosen dan mahasiswa; c). peranan penting organisasi pendidikan dalam perencanaan, persiapan bahan belajar dan penyediaan pelayanan mahasiswa; d). tersedianya komunikasi dua arah, dan e). kemandirian belajar mahasiswa (Rusfidra, 2006a,b).

Praktek pembelajaran jarak jauh sangat berbeda dengan model kelas jauh. Menurut Fajar (2002) PTJJ adalah perguruan tinggi yang dalam proses pembelajarannya menggunakan teknologi media, sedangkan kelas jauh sifatnya paralel (semacam filial), kelas yang jauh dari kampus pusatnya (Koran Tempo, 23/02/2002). Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Tinggi No 2630/D/T/2000, model pembelajaran kelas jauh tidak boleh dilakukan, karena diduga dapat merugikan mahasiswa. Sampai saat ini PTN yang secara resmi menyelenggarakan sistem PTJJ hanyalah Universitas Terbuka, meskipun berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 107/U/2001 tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan Jarak Jauh, memungkinkan bagi setiap lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan sistem PTJJ.

C. Permasalahan Dalam Model – Model Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.

Dalam konteks itu, gagasan PTJJ merupakan komponen penting dalam strategi nasional maupun global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar. Hal ini sejalan dengan konsep belajar sepanjang hayat (life long learning) dan pendidikan untuk semua (education for all) yang diusung Badan Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
• Penggunaan model pada pendidikan terbuka dan jarak jauh mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik, yang mana hal ini masih sangat kurang diketahui oleh pendidik maupun peserta didik.
• Pemahaman tentang model-model ini sangat berpengaruh terhadap penentuan model apakah yang cocok digunakan oleh masing-masing lembaga pendidikan jarak jauh, karena penentuan model juga berpengaruh terhadap tingkat kualitas guru dalam pembelajaran.
• Kualitas pembelajaran dipandang kurang bermutu karena penerapan model yang mungkin belum dipahami pendidik dan peserta didik, sehingga lulusan PTJJ masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah kami sampaikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja model yang dipakai dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh ?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran jarak jauh untuk meningkatkan mutu guru dalam pembelajaran?
3. Bagaimana kualitas dalam pembelajaran pendidikan terbuka dan jarak jauh?






















BAB II
PEMBAHASAN
A. Berbagai Model yang Dipakai untuk Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Dalam uraian sebelumnya dapat Anda ketahui bahwa sebelum kita mengenal sistem PT/JJ telah banyak lembaga di luar negeri yang menyelenggarakan PT/JJ. Batasan yang mereka gunakan mempunyai penekanan yang berbeda-beda, sebelum akhirnya dirumuskan batasan yang berlaku umum. Pada waktu itu yang berbeda sesungguhnya bukan hanya batasannya, model dan nama-nama yang mereka gunakan juga berbeda-beda.
Berikut akan di uraikan beberapa dari model-model itu:
a. Sekolah Korespondensi
Sekolah Korespondensi kadang disebut Pendidikan melalui Korespondensi atau Belajar melalui Korespondensi. Sekolah Korespondensi mempunyai riwayat yang panjang dalam pendidikan anak-anak dan orang dewasa. Sampai sekarang Sekolah Korespondensi dianggap masih ada, sebab masih banyak Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh yang dikelola melalui hubungan surat-menyurat dengan bantuan pos.

UNESCO memberi batasan Sekolah Korespondensi sebagai berikut:
“Pendidikan yang dilakukan dengan menggunakan jasa pos tanpa adanya pertemuan tatap muka antara guru dan siswa”. Pengajaran dilakukan melalui bahan belajar dalam bentuk cetakan atau rekaman kaset suara yang dikirimkan kepada siswa melalui pos. Kemajuan belajar siswa dimonitor dengan menggunakan latihan atau tugas-tugas tertulis atau latihan yang direkam dalam kaset. Siswa mengerjakan latihan itu menggunakan tulisan atau rekaman kaset juga yang dikirimkan kepada guru yang ada di Pusat Lembaga PT/JJ. Guru memeriksa pekerjaan siswa dengan memberi komentar dan saran-saran secara tertulis atau melalui rekaman kaset. Hasil koreksi itu dikirimkan kembali kepada siswa.
Beberapa tahun yang lalu, Sekolah Korespondensi di Australia dikelola sebagai berikut:
• Kurikulum dan bahan belajar disusun oleh guru-guru yang berkantor di lembaga yang mengelola Sekolah Korespondensi itu.
• Bahan belajar dikirimkan kepada siswa melalui pos ke rumah siswa.
• Siswa mempelajari bahan belajar itu dengan pengawasan dan bimbingan orang tua masing-masing.
• Siswa mengerjakan tugas atau latihan yang disediakan dalam bahan belajar itu.
• Pekerjaan siswa dikirimkan kepada guru di Kantor Pusat Sekolah Korespondensi.
• Guru mengoreksi, memberi komentar, dan memberikan saran-saran secara tertulis pada pekerjaan siswa itu.
• Pekerjaan siswa yang telah dikoreksi dikirimkan kembali kepada siswa. Dengan demikian siswa akan mengetahui kemajuan belajar masing-masing.
• Pada waktu-waktu tertentu (biasanya pada musim panas) diadakan acara “camping” yang diikuti oleh para siswa. Pada saat itu dipelajari pelajaran yang memerlukan praktek seperti kesenian, olah raga, pekerjaan tangan.

Di Australia kerjasama antara PT/JJ dan Pos sangat baik. Surat-surat atau pelajaran yang dikirimkan melalui pos tidak dipungut biaya. Untuk memudahkan proses pengiriman, oleh Kantor Pos disediakan amplop mondar-mandir. Sebuah amplop yang bertanda khusus digunakan berulang kali, mondar-mandir dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Sekolah Korespondensi sangat tergantung pada jasa pos. Karena itu bila sistem pengiriman melalui pos belum terjamin kelancarannya, sistem ini sulit dilaksanakan.



b. Pendidikan Terbuka
Banyak pendidikan terbuka yang diselenggarakan di berbagai negara. Mungkin Anda pernah mendengar nama-nama pendidikan terbuka seperti SMP Terbuka, SMA Terbuka dan Universitas Terbuka di Indonesia, Sukhothai Thammthirat Open University (STOU) di Thailand, The British Open University di United Kingdom, The Univeristy of Manila Open Universisty di Pilipina. Pendidikan Terbuka ini mempunyai karakteristik umum yang sama dengan belajar terbuka/jarak jauh (BT/JJ). Namun menurut para penyelenggara Pendidikan Terbuka ada perbedaan yang khas antara Pendidikan Terbuka dan BT/JJ. Apakah perbedaannya?

Seperti halnya dalam BT/JJ, siswa Pendidikan Terbuka dapat belajar dari jauh, maksudnya belajar jauh atau terpisah dari guru atau dosen dan mungkin juga jauh dari lembaga penyelenggaranya. Sebagai contoh, beribu-ribu mahasiswa Universitas Terbuka menghabiskan sebagian waktu belajarnya untuk belajar sendiri di tempat mereka masing-masing. Mereka menghadiri pelajaran secara tatap muka dengan dosen atau tutor hanya dalam waktu-waktu tertentu saja. Namun demikian belajar terbuka (open learning) atau pendidikan terbuka dapat terjadi di ruang kuliah yang penuh dengan siswa.

Menurut Race (1989), seorang siswa yang sedang belajar sendiri dengan mempelajari buku teks, buku acuan, atau hand out untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, dapat dikatakan bahwa dia sedang belajar secara terbuka (open learning), sungguhpun hal itu dilakukan dalam kelas bersama dengan siswa lain. Dengan pengertian yang sama, belajar terbuka dapat terjadi di laboratorium, pusat pelatihan, tempat lokakarya, dan sebagainya. Pokoknya hampir di semua tempat belajar terbuka dapat terjadi, tidak peduli apakah pada saat itu siswa itu menjadi bagian dari kelompok atau sendirian saja.


Konsep di atas diterapkan dalam sistem SLTP Terbuka. Setiap hari siswa wajib belajar di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) bersama siswa lain. Namun demikian masing-masing siswa aktif belajar sendiri secara mandiri. Di TKB itu mereka tidak belajar dengan mendengarkan guru mengajar, melainkan belajar sendiri dengan menggunakan modul dengan bimbingan terbatas dari tutor yang disebut guru pamong. Sungguhpun duduk di satu ruangan bersama dengan siswa lain, mereka boleh mempelajari modul yang berbeda-beda.

Apakah arti terbuka dalam konsep “pendidkan terbuka” atau “belajar terbuka” itu? Terbuka berarti bahwa siswa atau peserta pendidikan lebih leluasa dalam menentukan pilihan dari pada siswa pendidikan konvensional. Leluasa dalam memilih apa?

• Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam menentukan kecepatan belajarnya. Lama waktu untuk mempelajari sesuatu penggalan isi pelajaran (learning chunk) ditentukan oleh siswa sendiri. Keleluasaan seperti ini tidak dimiliki oleh siswa pendidikan konvensional, sebab dalam sistem pendidikan konvensional siswa harus menyesuaikan kecepatan belajarnya dengan kecepatan guru dalam mengajar. Kalau dosen atau guru memberikan penjelasan mengenai sesuatu topik terlalu lambat atau lama siswa yang pandai harus tetap mengikutinya sungguhpun mereka telah mengert dan menjadi bosan. Sebaliknya kalau guru mengajar terlalu cepat siswa yang lamban harus berusaha untuk mengikutinya meskipun barangkali mereka mendapatkan kesulitan dalam memahaminya, sehingga akibatnya dapat menjadi frustrasi.
• Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam memilih tempat belajar. Belajar terbuka dapat dilakukan di rumah, di perpustakaan, di tempat kerja, atau di mana saja yang dianggap tepat oleh siswa itu sendiri.
• Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu belajarnya, sesuai dengan kemauan dan waktu yang dimilikinya.
• Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri cara belajar yang sesuai untuk dirinya. Siswa dapat menyusun rencana belajar dengan memilih sebuah modul dan dipelajarinya sampai selesai dalam batas waktu tertentu, baru kemudian pindah ke modul lain. Siswa juga bebas menentukan apakah semua modul akan dipelajari setiap hari. Dalam hal ini masing-masing modul diberi jatah waktu tertentu, misalnya masing-masing 60 menit. Kalau jumlah modulnya ada 4 buah, maka setiap hari belajar 4 x 60 menit=240 menit. .Siswa juga bebas menentukan media belajar yang akan digunakannya, apakah membaca buku, melihat program video, belajar dengan bantuan komputer, mendengarkan kaset audio, menghadiri diskusi atau seminar, dan sebagainya.

Pengertian terbuka seringkali juga mengacu pada kriteria penerimaan siswa. Banyak Pendidikan Terbuka yang membebaskan calon siswa dari persyaratan masuk atau kualifikasi dalam menerima mahasiswa baru. Di samping itu siswa juga dapat tidak aktif untuk sementara waktu, dan kemudian aktif lagi di lain waktu.

c. Distance Teaching, Distance Learning, dan Distance Education
Mungkin Anda menjadi bingung bila membaca istilah-istilah yang hampir sama di atas, lebih-lebih karena istilah-istilah tersebut seringkali digunakan secara bergantian atau tumpang tindih (interchangable).

Keegan (1986) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut.
Distance Teaching berusaha mengembangkan bahan belajar mandiri yang bermutu yang dapat digunakan oleh lembaga pendidikan untuk memberikan pelajaran dari jauh. Orang-orang yang menggunakan istilah ini lebih menekankan pada penyediaan bahan belajar untuk mengajar, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar dapat terjadi pada diri siswa. Padahal bahan belajar yang dikembangkan dengan biaya mahal itu kadang-kadang tidak dapat mengajarkan apa-apa, karena tidak dipakai oleh siswa atau karena siswa tidak tahu cara memakainya. Dengan perkataan lain istilah distance teaching itu terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented).

Sebaliknya Distance Learning lebih banyak menekankan pada proses belajar siswa. Orang yang menggunakan istilah ini banyak memikirkan mengenai bantuan-bantuan yang perlu diberikan kepada siswa supaya mereka belajar dan dapat memahami isi pelajarannya. Tetapi sayang orang-orang ini kurang memikirkan bagaimana bahan belajar jarak jauh yang bermutu dan mudah dipelajari siswa harus dikembangkan. Dengan perkataan lain istilah distance learning terlalu berorientasi pada siswa (student oriented).

Istilah Distance Education merupakan perpaduan istilah Distance Teaching dan Distance Learning tersebut dan lebih tepat untuk digunakan. Dalam sistem Distance Education siswa belajar secara terpisah dari guru, karena itu bahan belajar yang digunakan harus disusun secara khusus supaya relatif lebih mudah untuk dipelajari siswa sendiri. Bahan belajar ini tidak cukup hanya dikembangkan oleh ahli isi pelajaran (content specialist) sendiri saja, melainkan perlu melibatkan ahli pengembang pembelajaran, ahli media, dsb. dalam penyusunannya. Namun perlu disadari bahwa betapapun bahan belajar itu telah disusun supaya dapat dicerna sendiri oleh siswa, kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa waktu belajar secara mandiri selalu ada. Karena itu perlu adanya bantuan pelayanan dan bantuan belajar bagi siswa. Dengan perkataan lain perlu adanya sistem pengelolaan belajar jarak jauh yang baik supaya di samping penyediaan bahan belajar yang baik dapat juga disediakan bantuan belajar yang cukup.

d. External Study, Home Study dan Independent Study
Istilah-istilah ini seringkali dipakai orang untuk pengertian BT/JJ.
External Studies. External studies adalah istilah yang dipakai secara luas di Australia. Istilah ini menggambarkan etos Belajar Terbuka/Jarak Jauh yang dijumpai di universitas-universitas di Australia. Istilah External Studies mengandung arti “di luar” tetapi “tidak terpisah” dari tanggung jawab staf dosen dari suatu universitas atau perguruan tinggi. Jelasnya staf dosen yang sama mempunyai dua kelompok siswa yang berbeda. Kelompok pertama disebut kelompok “on campus” adalah kelompok siswa yang belajar di kampus seperti laiknya mahasiswa yang belajar di universitas. Kelompok kedua disebut kelompok “external” atau “off campus”. Kelompok yang kedua ini tidak harus mengikuti kuliah di kampus tetapi belajar sendiri di luar kampus. Namun demikian tujuan yang ingin dicapai, dan bahan belajar yang akan dipelajari siswa external itu perlu dikonsultasikan dan didiskusikan dengan dosen di kampus. Dengan demikian dosen di kampus harus menyiapkan kedua kelompok mahasiswa tadi supaya mereka dapat menempuh ujian yang sama untuk mendapatkan gelar yang sama.

Home Study. Menurut Keegan (1986) istilah home study diciptakan pada saat para Direktur Sekolah Korespondensi mengadakan konferensi dan mendirikan asosiasi yang disebut National Home Study Council bukannya National Correspondence Study Council. Istilah Home Study ini hanya dipakai di Amerika Serikat dan hanya mengacu pada pendidikan lanjutan untuk orang dewasa. Home Study bukan bagian dari universitas, melainkan sekolah korespondensi untuk orang-orang dewasa di Amerika Serikat. Dalam sistem ini siswa tidak harus belajar di sekolah atau di pusat pendidikan dan pelatihan. Walaupun istilah yang dipakai home study, tetapi dalam praktiknya mahasiswanya tidak selalu atau tidak hanya belajar di rumah saja. Biasanya sebagian bahan belajar dipelajari di rumah, sebagian yang lain dipelajari di Pusat-pusat Sumber Belajar, di perpustakaan, di pusat-pusat pelatihan, atau di tempat-tempat lain yang dipandang sesuai bagi mereka.

Independent Study. Istilah ini diperkenalkan oleh Charles Wedemeyer dari Universitas Wiscounsin sebagai istilah umum untuk jenis-jenis pendidikan yang di Amerika Serikat biasa disebut sebagai “belajar melalui korespondensi, pendidikan terbuka, pengajaran melalui radio dan TV, atau belajar mandiri.” Sedangkan di Eropa jenis-jenis yang disebutkan tadi digolongkan ke dalam Belajar Terbuka/Jarak Jauh.

Istilah Independent Study ini seringkali dipakai sebagai ganti istilah Belajar Terbuka/Jarak Jauh di Amerika Serikat. Kelemahan istilah ini kadang-kadang ditafsirkan sebagai ketidakterikatan pada lembaga pendidikan, Padahal Belajar Terbuka/Jarak Jauh itu selalu terikat dan dikelola oleh suatu lembaga pendidikan. Di Amerika Serikat sendiri orang seringkali ragu-ragu untuk menggunakan istilah ini sebab istilah tersebut sudah sering dipakai sebagai pengganti istilah belajar secara individual. Memang proses belajar dalam sistem PT/JJ seringkali dilakukan secara individual, tetapi tidak semua belajar secara individual adalah pendidikan jarak jauh. Pada sistem belajar konvensional kadang kala siswa diminta belajar secara individual. Tujuan dan hasil yang ingin dicapai ditentukan melalui kontrak yang disepakati oleh dosen dan mahasiswa secara individual.

B. Penerapan Model Pembelajaran Jarak Jauh untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Di Sekolah
Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, maka guru diharapkan memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Menurut Zamroni (2006), guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person).
Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI adalah seorang saintis yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai ilmuwan, guru tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.

Menurut Rustaman (2006) profesi guru adalah profesi “saintis plus” yang harus menguasai IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator dan fasilitator proses belajar, guru adalah seorang komunikator ulung karena ia harus mampu memberi jiwa terhadap informasi yang diberikan oleh saran komunikasi yang super canggih.

Pasca pemberlakuan UU Guru dan Dosen, guru yang mengajar di pendidikan dasar dan pendidikan menengah disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (S-1) atau diploma IV (D-IV). Karena itu, guru yang belum berkualifikasi sarjana diberikan kesempatan mencapai kualifikasi minimal tersebut dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan data Balitbang Depdiknas (2004) guru SMA yang berkualifikasi sarjana baru 72,75 persen; guru SMK 62,16 persen; SMP 42,03 persen; SD 8,30 persen dan TK 3,88 persen. Sisanya sekitar 1,9 juta orang belum berkualifikasi sarjana. Semakin tinggi kualitas guru diharapkan kualitas pendidikan nasional akan meningkat. Faktanya, hingga kini kualitas pendidikan masih sangat rendah. Menurut Shanghai Jiaotong University (2005) tak satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk rangking dalam 100 perguruan tinggi terbaik di Asia dan Australia.

Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semakin terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki SDM yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM dalam mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan oleh United Nation Development Program (UNDP).

Dalam kondisi tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih murah dan pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan tentang universitas terbuka dan PTJJ, virtual university, e-learning, open learning, flexible learning dan home schooling menjadi komponen penting dalam strategi nasional dan global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar.

Ditinjau dari metode penyampaian materi ajar dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, dikenal dua model pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka (konvensional) dan PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen dan mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail (Rusfidra, 2002, 2006a,b).
C. Kualitas Dalam Pembelajaran Pendidikan Terbukan dan Jarak Jauh
Negara Indonesia yang tersusun dari 17.508 buah pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki potensi besar dalam mengembangkan sistem PTJJ, meskipun masih banyak sinyalemen di masyarakat bahwa PTJJ dianggap sebagai pendidikan kelas dua. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Tuduhan lain yang agak mengusik pelaku PTJJ adalah rendahnya mutu lulusan institusi PTJJ. Namun hal itu berhasil ditepis oleh Selim (1989) dalam Suparman (1989). Di Australia, hasil studi Selim (1989) menunjukkan bahwa prestasi mahasiswa PTJJ justru lebih baik dari mahasiswa perguruan tinggi konvensional. Begitu pula temuan Sunarwan (1982), tidak terdapat perbedaan signifikan prestasi belajar antara siswa pendidikan yang menggunakan modul dan pengajaran tatap muka.
Meskipun memiliki beberapa keunggulan, namun sistem PTJJ yang dikembangkan UT tak bebas dari kritik. Sebagai misal, salah satu kritik itu adalah berita di harian Kompas (9/5/2005) yang berjudul ”Kuliah jarak jauh tidak menjamin kompetensi guru”. Kritik terbuka Markus Wanandi (Direktur Yayasan Perkumpulan Strada, Jakarta), terkesan mendiskreditkan UT. Markus mengaku pernah memecat seorang guru lulusan UT yang bekerja di sekolahnya, karena tidak kompeten dalam mengajar.

Tuduhan Markus mengenai rendahnya kompetensi guru lulusan UT sangat prematur dan dapat diperdebatkan. Perlu diketahui bahwa guru-guru yang melanjutkan pendidikan di UT merupakan lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan LPTK. Diasumsikan metode belajar mengajar dan teknik pengelolaan kelas sudah mereka dapatkan di lembaga pendidikan terdahulu. Lagi pula, guru-guru tersebut telah berpengalaman mengajar bertahun-tahun. Oleh karena itu, tidak tepat bila Markus menyalahkan UT semata-mata. Ketidakakuratan Markus yang lain adalah kekeliruan dalam penarikan kesimpulan. Bagaimana mungkin hanya dari satu kasus, Markus lantas membuat kesimpulan umum. Penarikan kesimpulan seperti itu tidak memenuhi kaidah metode ilmiah dengan metode statistik yang sahih (Rusfidra, 2006b).











BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :Keberhasilan pendidikan jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara Guru dan siswa, antara siswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara siswa dengan siswa lainnya, adanya pola pendidikan aktif dalam interaksi tersebut.
Bila pendidikan bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa, interaksi antar grup, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian, perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia Internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pendidikan yang selama ini berlaku. Teknologi informasi & telekomunikasi dengan murah & mudah akan menghilangkan batasan-batasan ruang & waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan.
Beberapa konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah:
1. Siswa dapat dengan mudah mengambil matakuliah dimanapun di dunia tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara;
2. Siswa dapat dengan mudah berguru pada orang-orang ahli / pakar di bidang yang diminatinya. Cukup banyak pakar di dunia ini yang dengan senang hati menjawab berbagai pertanyaan yang datang;
3. Belajar bahkan dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa tergantung pada si siswa belajar. Artinya konsep Pendidikan terbuka akan semakin membaur pada zaman ini. Konsekuensi yang akan.
4. Guru adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak didik. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.
5. Pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan kompetensi guru IPA menjadi guru berpengetahuan, cerdas, kreatif, inovatif dan produktif.
6. Ciri utama PTJJ adalah terpisahnnya dosen dengan mahasiswa. Sebagian besar komunikasi antara dosen dan mahasiswa dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail.

makalah teknik pembelajaan



Abstract
Pada proses pembelajaran bahasa diajarkan melalui empat keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut meliputi pembelajaran menyimak (listening), pembelajaran berbicara (Speaking), pembelajaran membaca (reading), dan pembelajaran mengarang ( writing).Di dalam proses pembelajaran guru bertindak sebagai fasilitator, komunikator dan organisator sumber belajar, Sedangkan siswa dituntut agar selalu aktif dan kreatif dalam pembelajaran.

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah mengeluarkan standar pendidikan nasional sebagai penjamin mutu pendidikan di Indonesia. Penjaminan mutu diknas dimaksudkan dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Untuk mencapai standar kompetensi pembelajaran tersebut dirumuskanlah kompetensi dasar; materi pokok; kegiatan pembelajaran; indicator; penilaian yang meliputi: tehnik, bentuk instrumen, beserta contohnya; alokasi waqkti; serta sumber belajar yang digunakan.
Selanjutnya, petunjuk pelaksanaan pembelajaran dipersiapkan oleh guru dan diikuti oleh siswa bertolak pada kegiatan pembelajaran.Asas pelaksanaannya didasarkan pada kompetensi dasar yang ingin dicapai. Kompetensi dasar yang ingin dicapai dijabarkan dari standar kompetensi yang disesuaikan dengan materi pembelajaran dan alokasi waktu yang telah ditetapkan.

Setelah guru berusaha dengan segala kemampuannya untuk mencapai kompetenssi dasar yang telah ditentukan, dan pada akhir tahun pelajaran siswanya dinyatakan naik kelas atau lulus, bahagialah hatinya. Kebahagiaan tersebut juga kebahagiaan orangtua sehingga memberikan ucapan terima kasih yang tulus kepada guru yang telah membimbing anak-anaknya menyelesaikan jenjang pendidikan.
Kebahagiaan itu aberubah mendadak menjadi kecewa manakala anaknya yang telah lulus SD belum bias menyampaikan pidati pada hari ulang tahunnya. Sementara itu, anak yang telah lulus SMP tidak bias menulis surat undangan dan kakaknya yang lulus SMA belum bias memandu acara pada hari ulang tahun adiknya itu.
Apa yang tejadi? Bergema berbagai keluhan akan rendahnya keterampilan berbahasa Indonesia lulusan SD, SMP, dan SMA. Berbagai upaya telah dilakukan melalui pertemuan MGMP, KKG, telah  menemukan penyebabnya. Akan tetapi keluhan-keluhan itu tetap bergema. Oleh karena itu perlu kita diskusikan tentang teknik dan strategi pembelajaran keterampilan berbahasa.

  1. Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa
Proses pembelajaran adalah sejumlah komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen dalam pembelajaran jika dirangkai dengan cara yang berbeda, maka akan mencapai hasil  yang berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula. Komponen pembelajaran secara umum terdiri dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Dengan kata lain, pendekatan merupakan  proses pembelajaran yang menitik beratkan pada penguasaan hasil belajar berdasarkan prinsip-prinsip teoretis tujuan  pembelajaran dengan menggunakan teknik dan strategi yang efektif. Halsenada sesuai pendapat Anthony dalam Hadley (1963) menjelaskan ada tiga tingkatan hirarki dari konsep: 1 Approach,  sebagai serangkaian prinsip-prinsip teoritis, 2. Method, yang merupakan  perencana prosedur penyajian dalam peembelajaran bahasa, dan 3. Technique,  yang meliputi strategi-strategi untuk mengimplementasikan rencana metodologi. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa sebagai berikut:
  1. 1.      Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pembelajaran bahasa yang memberikan kemampuan keterampilan berbahasa yang ditunjang oleh pengetahuan bahasa itu sendiri. Pendekatan komunikatif lebih mementingkan penggunaan bahasa dari pada kepemilikan pengetahuan mengenai bahasa. Artinya, penguasaan bahasa pada siswa bukan saja karena diberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan berbahasa, tetapi diberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan tersebut. Dengan melibatkan para pelajar berinteraksi dalam kegiatan berbahas, mereka dapat memahami apa yang dibaca dan didengarnya dan akhirnya dapat mengungkapkan bikiran dalam bahasanya.
Karakteristik pendekatan komunikatif sebagai berikut:
  • Belajar bahasa berarti berkomunikasi  dan makna merupakan hal yang  penting. Komunikasi yang efektif serta ucapan yang dapat dipahami sangat diutamakan.
  • Percakapan atau dialog harus berpusat pada fungsi-fungsi komunikatif dan latihan-latihan diadakan secara sederhana untuk penunjang pencapaian tujuan.
  • Segala upaya untuk berkomunikasi  dapat didorong sejak dini;  setiap sarana yang dapat membantu  para pembelajar dapat diterima  dengan baik sesuai dengan usia dan minat; penggunaan bahasa bersifat kontekstualisasi dan bahasa asli dapat diterima kalau memang perlu dan layak.
  • Para siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok atau pasangan secara lisan maupun tulisan dan itu akan menimbulkan motivasi instrinsik serta minat terhadap apa yang dikomunikasikan.
  • Membaca dan menulis dapat dimulai sejak dini, dari hari pertama kalau diinginkan.
  • Sosio linguistik dapat dipelajari dengan baik melalui proses komunikasi dan variasi linguistik merupakan suatu konsep inti dalam materi dan metodologi.
  • Bahasa diciptakan oleh individu seringkali melalui proses coba-coba dan salah atau  “trial and error”.
  • Pengurutan ditentukan oleh pertimbangan mengenai isi, fungsi atau makna yang menimbulkan minat.
  • Guru menolong para siswa sedemikian rupa sehingga dapat mendorong mereka bekerja dengan bahasa itu.
  • Guru tidak mengetahui secara tepat bahasa apa yang akan dipakai para siswa.

Buku pelajaran bahasa Indonesia yang menunjang pembinaan keterampilan berbahasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • Menekankan pada fungsi komunikatif
  • Mencoba merangsang agar merasa membutuhkan dan tertarik.
  • Menekankan keterampilan dalam menggunakan bentuk bahasa sehingga harus dirasakan pada aktifitas siswa.
  • Biasanya mempunyai keseimbangan yang baik di antara 4 keterampilan berbahasa
    • Menekankan pada spesifikasi dalam mengarahkan definisi
    • Berisi metode percakapan sehari-hari
  • Menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok dan berpasangan serta mampu membuat organisasi
    • Menekankan pada kelancaran disamping ketelitian.

  1. 2.      Pendekatan Keterampilan Proses
Mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian peristiwa yang dirancang oleh guru dalam memberikan dorongan kepada siswa belajar. pendekatan keterampilan proses adalah kegiatan belajar mengajar dengan penekanan pengembangan keterampilan  peserta didik dalam memproses informasi sehingga ditemukan  hal-hal yang baru dan bermanfaat baik berupa fakta, konsep, sikap dan nilai.
Kemampuan yang dikembangkan dalam keterampilan proses yang antara lain:
  1. Pengamatan, yaitu keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan indera
  2. Menggolongkan (mengklasifikasikan), yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, konsep sebagai dasar penggolongan
  3. Menafsirkan (menginterpretasikan), yaitu keterampilan menafsirkan sesuatu berupa benda, kenyataan, peristiwa, konsep dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pengamatan, penghitungan, penelitian atau eksperimen.
  4. Meramalkan, yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan atas kecenderungan, pola tertentu, hubungan antar data, atau informasi. Misalnya, berdasarkan pengalaman tentang keadaan cuaca sebelumnya, siswa dapat meramalkan keadaan cuaca yang akan terjadi.
  5. Menerapkan (aplikasi) yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori dan keterampilan. Melalui penerapan hasil belajar dapat dimanfaatkan, diperkuat, dikembangkan atau dihayati
  6. Merencanakan penelitian, yaitu keterampilan yang amat penting karena menentukan berhasil tidaknya melakukan penelitian. Keterampilan ini perlu dilatih karena selama ini pada umumnya kurang diperhatikan dan kurang terbina.
  7. Mengkomunikasikan, yaitu keterampilan menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan.

  1. 3.      Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) ialah dengan penyajian bahan pelajaran terutama yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok dan mengikutsertakan siswa secara aktif baik perorangan maupun kelompok. CBSA untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan kemampuan pribadi dalam hal-hal sebagai berikut:

1)      Mempelajari materi/konsep dengan sungguh-sungguh.
2)      Mempelajari, mengalami dan melakukan sendiri cara memperoleh suatu pengetahuan.
3)      Merasakan sendiri kegunaan, bakat terbuka, mengembangkan rasa ingin tahu, jujur, tekun, disiplin, kreatif terhadap tugas yang diberikan.
4)      Belajar dalam kelompok, menemukan sifat dan kemampuan diri sendiri serta teman sekelompoknya.
5)      Memikirkan, mencoba sendiri dan mengembangkan konsep sesuatu nilai tertentu.
6)      Menemukan dan mempelajari kejadian/gejala yang dapat mengembangkan gagasan baru.
7)      Menunjukkan kemampuan mengkomunikasikan cara berfikir yang menghasilkan penemuan baru dan penghayatan nilai-nilai baiki secara lisan maupun tertulis, melalui gambaran maupun penampilan sendiri.

Apabila diperhatikan ketaiga bentuk pendekatan: Pendekatan komunikatif digunakan dengan penekanan kepada kebermaknaan dan fungsi bahasa. Pendekatan keterampilan proses lebih menekankan pada kegiatan proses yang dilalui siswa dalam belajar, misalnya mengamati, mengklasifikasi, menafsirkan, menerapkan dan sebagainya. Kemudian CBSA lebih menitik beratkan pada cara belajar siswa yang menuntut siswa ikut serta secara aktif dalam pembelajaran baik secara perorangan, maupun sebagai anggota kelompok.


  1. Kegiatan dan Teknik Pembelajaran Keterampilan berbahasa
Pada proses pembelajaran bahasa diajarkan melalui empat keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut meliputi pembelajaran menyimak (listening), pembelajaran berbicara (Speaking), pembelajaran membaca (reading), dan pembelajaran mengarang ( writing). Kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. 1.      Keterampilan membaca          
Setelah membaca suatu wacana tulis, siswa harus melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) mencari kata, frasa, klausa yang dirujuk dala suatu bacaan berdasarkan kata rujukan yang diberikan, (2) ebagai siswa merumuskan pertanyaan tentang isi bacaan dan yang lainnya berusaha menjawabf (3) memilih diagram / tabel ang sesuai dengan isi bacaan, (4) melakukan serangkaian printah tertulis, (5) menebak arti kata dan menerka arti bacaan, (6) menemukan kata-kata kunci dan gagasan pokok, (7) meringkas isi bacaan, (8) melengkapi bacaan dengan kata yang disediakan, (9) menentukan jenis paragraf, (10) membuat bagan alur isi bacaan dan sebagainya.

  1. Keterampilan menyimak
Sambil menyimak perintah atau wacana lisan, siswa melakukan kegiatan-kegiatan: (1) melakukan perintah (petunjuk) yang diberikan secara lisan, (2) memberikan jawaban atas pertanyaan lisan dalam perakapan, (3) melihat gambar yang sesuai dengan wacana lisan, (4) melengkapi tabel / diagram yang sesuai, (5) mengungkapkan pokok pikiran khusus yang sesuai dengan isi wacana, (6) mengurutkan gambar berdasarkan ungkapan lisan, (7) mengisi formulir, bagan atau tabel sesuai dengan informasi yang didengar.


  1. 3.      Keterampilan berbicara
Kegiatan pembelajaran berbicara meliputi: (1) saling memperkenalkan diri, (2) bermain peran dalam menerangkan sesuatu, memerankan wawancara, mengajukan permintaan mengungkapkan rasa simpati, dan mengundang serta memberikan jawabannya, (3) tanya jawab tentang keadaan serhari-hari (4) menceritakan kembali isi iklan yang telah dibaca, (5) bercakap-cakap berpasangan, (6) memberi komentar dan saran  tentang sesuatu, (7) berpidato dan menceritakan pengalaman pribadi, (8) bermain simulasi dalam menawarkan bantuan, (9) berargumentasi tentang suatu topik yang telah ditentukan, dan kegiatan sejenis lainnya.

  1. Keterampilan Menulis
Kegiatan menulis dapat dimulai dengan menyalin bacaan dan menyususn kalimat-kalimat sehingga merupakan ceretera. Kegiatan dapat dilakukan dengan: 1) Melengkapi ceritera sederhana, 2) Memberikan jawaban tertulis atas suatu pertanyaan, 3) Menulis paragraf dan narasi sederhana, 4) Menulis suatu rencana perjalanan, 5) Menulis memo, 6) menulis narasi suatu percakapan, dan menulis jenis-jenis surat, dan kegiatan-kegiatan lain.
Teknik pembelajaran keterampilan berbahasa dapat dilakukan: pembelajaran dengan teknik secara terpisah, dengan penggabungan, dan secara terpadu.

  1. 1.      Teknik pembelajaran terpisah
Pembelajaran keterampilan menyimak dimulai dengan membedakan bunyi dengan pasangan kata. Kemudian dilanjutkan dengan pemahaman permulaan, pada bagian ini disiwa diberikan perintah secara lisan untuk dilakukan namun bukan menjawab pertanyaan. Pemahaman selanjutnya siswa diperintahkan untuk menjawab pertanyaan guru. Langkah terakhir siswa diberikan dialog atau diajak dalam situasi wacana lisan dari berbagai media termasuk media elektronik. Dari teknik ini siswa diharapkan mampu menangkap wacana lisan dan dapat melaporkan isi wacana yang didialogkan.
Pembelajaran keterampilan membaca dimaksudkan untuk memahami dam memperoleh informasi dari wacana tulisan. Ahli lain (Morrow) mengembangkan tujuan ini adalan untuk tujuan kognitif, referensial, maupun afektif dalam mendapatkan kenikmatan membaca. Pembelajaran keterampilan membaca dimulai dengan pengenalan tema yang sedang disajikan, dan siswa diharapkan mampu membaca secara sepintas. Selanjutnya guru dan siswa secara bersama-sama mendiskusikan pola kalimat dan kosakata yang sulit, kemudian dilakukan Tanya jawab secara lisan, sehingga siswa mendapatkan gambaran umum tentang isi wacana yang sedang dibahas. Langkah selanjutnya siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan, dalam menjawab pertanyaan siswa membaca wacana secara rinci. Pertanyaan yang dianggap mudah dilakukan secara individual, sedangkan pertanyaan yang dianggap sulit harus diselesaikan secara kelompok. Setelah selesai menjawab pertanyaan secara tertulis, maka jawaban dicocokkan dengan mendiskusikan isi wacana. Terakhir kegiatan pembelajaran ditutup dengan membacakan wacana secara lisan. Untuk memperkuat materi pembelajaran dapat diberikan pekerjaan rumah dengan wacana yang berbeda pada tema yang sama.
Pembelajaran keterampilan berbicara dimaksudkan agar siswa mampu menyampaikan informasi secara sosial dan dapat diterima oleh oleh penutur dan pendengar. Kegiatan komunikasi lisan dilakukan secara alami yang sesungguhnya, artinya komuikasi yang dilakukan telah mengandung kesenjangan informasi. Kegiatan pembelajaran berbicara dimulai dengan menghafal dialog dan ceritera singkat. Selanjutnya kegiatan menceriterakan gambar-gambar, pada pada akhirnya kegiatan bermain peran, simulasi, diskusi sesuai dengan tema pada pokok bahasan materi pembelajaran.
Pembelajaran keterampilan berbahasa yang keempat adalah pembelajaran keterampilan menulis atau mengarang. Maksud dari pembelajaran ini adalah untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bahasa. Kegiatan mengarang dilakukan secara terpimpin dan mengarang bebas. Pembelajaran mengarang secara terpimpin kegiatan belajarnya banyak ditentukan oleh guru, sedangkan mengarang secara bebas kegiatan belajarnya banyak ditentukan oleh siswa baik isi maupun gaya penulisannya.
Kegiatan pembelajaran menulis dimulai dengan menyalin suatu bacaan dan mengarang dengan bantuan gambar. Kegiatan pendalaman selanjutnya dapat dilakukan dengan kegiatan merangkum atau menerangkan isi bacaan dalam sebuah laporan tertulis. Kegiatan terakhir pada pembelajaran keterampilan menulis adalah mengarang bebas dengan ketentuan menggunakan kosa kata dengan pola kalimat (kaidah berbahasa) yang benar. Ahli lain (Chastain) menegaskan bahwa mengarang bebas yang dimaksudkan adalah telah ditentukan judul karangannya. 
  1. 2.      Teknik pembelajaran penggabungan
Teknik pembelajaran penggabungan yang dimaksudkan adalah penggabungan beberapa keterampilan berbahasa dalam kegiatan pembelajaran, misalnya keterampilan menyimak dengan mengarang, keterampilan membaca dengan berbicara. Teknik pembelajaran ini dilakukan dengan cara memberikan wacana lisan atau menggunakan alat elektronik. Selanjutnya siswa diminta membuat karangan tentang apa yang telah didengarkan. Kegiatan ini perlu memperhatikan tingkat kesukaran kosakata dan struktur bahasa. Terakhir siswa membacakan di depan kelas dan guru memberikan komentar dan koreksi terhadap karangan yang dibacakan.
Teknik penggabungan keterampilan membaca-berbicara pada proses pembelajaran bahasa dilakukan dengan cara: siswa diberikan naskah untuk dibaca dalam hati, kemudian merika diminta menceriterakan secara lisan isi wacana tersebut. Kemudian kegiatan pembelajaran diakhiri dengan mendiskusikan isi wacana. Pembelajaran penggabungan keterampilan berbahasa dapat juga dilakukan lebih dari dua keterampilan berbahasa melainkan empat sekaligus yang dikenal dengan pembelajaran bahasa secara terpadu.
  1. 3.      Teknik pembelajaran terpadu
Pada pembelajaran dengan pendekatan komunikatif, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan mengelompokkan siswa dalam beberapa kelompok. Kemudian setiap kelompok diberikan wacana tulisan, dan dibacakan di depan anggotanya yang mendapat tugas menulis kembali isi wacana tersebut. Hasil karangan ditukar dengan kelompok lain untuk dipelajari. Hasil karangan tersebut dibacakan di depan siswa. Selanjutnya kegiatan pembelajaran diakhiri dengan diskusi tentang wacana tersebut. Teknik pembelajaran ini dikenal sebagai teknik pembelajaran keterampilan terpadu. Pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah strategi pembelajaran bahasa yang dilaksanakan guru dalam mengemban tugas untuk pembelajaran siswa yang didasarkan pada pendekatan komunikatif.
Pengembangan keempat keterampilan berbahasa dilakukan melalui tema yang dipilih dalam proses pembelajaran secara terpadu. Maksudnya setiap kali pertemuan dalam pembelajaran mencakup keempat keterampilan bahasa tersebut, sedangkan unsur-unsur tatabahasa, lafal, kosakata, ejaan diajarkan untuk menunjang penguasaan keterampilan berbahasa di samping untuk kepentingan bahasa.

  1. Penilaian dalam pembelajaran bahasa
Bagian akhir dari program satuan pembelajaran adalah penilaian hasil belajar.
Ada empat aspek berbahasa yang perlu dinilai, yaitu mendengar, berbicara, membaca dan menulis.

Ada beberapa pedoman untuk menyusun tes bahasa. Salah satu di antaranya dikemukakan oleh Weir  bahwa metode tes sebagai berikut:
  1. Tes membaca pemahaman, dengan bentuk 1) pilihan ganda, 2) jawaban singkat, 3) grup klos, dan 4) transfer informasi (menceriterakan kembali).
  2. Tes menyimak meliputi 1) tes keterampilan menyimak ekstensif dengan bentuk: a) pilihan ganda b) Jawaban singkat; 2) tes keterampilan menyimak intensif, berupa dekte.
  3. Tes menulis meliputi 1) metode tidak langsung untuk kemampuan linguistik, dan 2) tes menulis langsung.
  4. d.     Tes berbicara dengan bentuk 1) esai verbal; 2) presentasi lisan;              3) wawancara bebas; 4)wawancara terkontrol; 5) transfer informasi, deskripsi urutan gambar; dan 6) bermain peran. 
  1. Guru dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran berfungsi sebagai berikut.
  1. Fasilitator, yaitu yang memberi kemudahan-kemudahan bagi siswa selama pembelajaran berlangsung.
  2. Komunikator, yaitu sewaktu-waktu menjadi partisipan bebas dalam kegiatan komunikasi yang dilakukan siswa.
  3. Organisator sumber belajar, yaitu mengorganisasikan materi dan strategi sesuai dengan tujuan pengajaran yang dirumuskan.
  4. Penasihat dan pembimbing kegiatan belajar.
  5. Manajer/pengelola kegiatan pembelajaran.
  6. Menganalisis kebutuhan dan hasil belajar siswa, yaitu meneliti kebutuhan siswa dalam belajar yang harus disediakan guru serta menganalisis hasil tes yang dibuat siswa.

Nana Sudjana membagi tiga kategori kompetensi, yaitu seperti yang diuraikan di bawah ini.
  1. a.      Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai cara belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan mengenai administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakat, serta pengetahuan lainnya.
  2. b.      Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya, misalnya sikap menghargai pekerjaanya, mencintai dan memiliki rasa senang terhadap sesama teman seprofesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaanya.
  3. c.       Kompetensi Prilaku (performance), artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan mengajar, membimbing, menilai menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lainnya. 
6. Siswa  Sebagai Pembelajar
Siswa sebagai subyek dalam proses berlar mengajar dituntut agar selalu aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Ellis mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa yang baik akan :
  1. Mampu memberikan respon terhadap dinamika kelompok pembelajar untuk mengatasi rintangan;
  2. Mencari kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran;
  3. Menggunakan kesempatan secara maksimal untuk menyimak dan merespon ujaran yang dialamatkan kepadanya;
  4. Melengkapi pembicaraan dengan telaah teoritis khususnya dalam hal bentuk bahasa;
  5. Lebih dewasa dalam pengembangan ketatabahasaan;
  6. Mempunyai keterampilan analitik mengenai ciri-ciri linguistik dan dapat memantau kesalahan;
  7. Mempunyai alasan yang kuat untuk belajar;
  8. Sanggup mengadakan percobaan dengan segala resiko;
  9. Mampu menyesuaikan diri pada kondisi-kondisi pembeljaran yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

http://rinastkip.wordpress.com/